Wednesday 27 September 2017

NOVEL EFY The Legendari Kingdom (Yanko dan 5 Bintang Selatan)



1

KOTA YANG INDAH 

Di balik kemegahan kerajaan Eric’ yang begitu luar biasa. Terdapat sebuah desa yang
sangant kecil dengan para penduduk yang  hanya berjumlah sekitar  100 orang dengan
23 kepala rumah tangga. Desa itu bernama desa Dahi. Mereka bertahan hibup hanya
dari bercocok taman dan mencari ikan di sungai yang terbentang luas membelah daratan
kerajaan Eric’.

Desa ini begitu damai, tanpa ada satupun penduduknya yang memiliki keahlian dalam
bertarung.

Suasana pagi itu di desa, penuh di selimuti embun. Seorang laki-laki terlihat  berjalan
santai dengan membawa sebuah cangkul yang di sandarkan di bahunya.
Dengan pakaian lusuhnya menandakan bahwa ia orang yang sederhana dan cukup
bahagia dengan hidup yang ia miliki.

Sesampainya di ladang, dia lekas memeriksa semua tanamannya secara terperinci. Ada
beraneka macam tumbuhan yang ditanamnya, dia petani yang sangat pintar, dengan
perhitungan yang terperinci, membuat panennya selalu bagus di setiap tahunnya.
Pria dengan usia sekitar 34 tahun ini bernama Yanko Abu Masayi, yang telah memiliki
istri bernama Haity dan 2 anak laki-laki.

Dia memiliki seorang teman yang sangat tangkas dalam mencari ikan di sungai, dan
selalu berangan-angan untuk menjadi salah satu tentara perang kerajaan, yang bertugas
menjaga ibukota Katana. Kota yang sangat indah, itulah yang selalu di ucapkan olehnya
pada Yanko. Orang ini bernama Wezi. Dia pun telah memiliki seorang anak laki-laki.

Di sore hari itu, seusai bertani mereka merancanakan untuk pergi kesungai untuk
mencari ikan, dan kebetulan pada saat itu, sungai yang melintasi desa mereka tersebut tengah di banjiri oleh ikan-ikan kiriman dari lautan Terania. Lautan luas di bagian utara
kerajaan Eric’.

Dengan hanya bermodal perahu kecil dan alat penangkap ikan seadanya yang mereka
milikai, Yanko dan Wezi siap memanen ikan dengan rasa riang dan gembira.
Saat tengah asik menangkap ikan dengan jerami kecil, mereka di kejutkan seekor ikan
dengan ukuran yang sangat besar. Satu kibasan ekor siripnya, seketika perahu yang di
kenakan mereka hancur, hanya meninggalkan serpihan–serpihan kayu sebagai sandaran
agar tetap berada di permukaan air.

Tak puas hanya dengan itu, ikan raksasa tersebut seakan melihat santapan lezat pada 
Yanko dan Wezi yang sedang berusaha agar tetap barada di purmukaan air. Bgitu sangat
cepat sang ikan berenang menuju mereka, Wezi yang menyadari hal itu, mencoba
mempertahankan diri dengan serpihan kayu yang berbentuk tombak, mengarahkan pada
ikan raksasa yang berenang cepat menuju kearahnya itu.

Serangan pertama berhasil di halau olehnya dengan menancapkan serpihan kayu pada
mata ikan tersebut, yang membuat sang ikan raksasa berenang menuju arah lain. Wezi
sedikit merasa tenang dan sangat bersyukur karena nyawanya berhasil selamat, namun
tetap dengan penuh kewaspadaan.

Sedangkan Yanko masih terus berusaha berada di atas permukaan karena kemampuan
renangnya yang tidak terlalu mahir, tanpa memikirkan apapun dan seakan tak sadar
dengan bahaya yang mengintai mereka berdua.

Melihat temannya tersebut Wezi langsung berenang menuju Yanko sambil membawa
serpihan kayu yang cukup besar untuk di berikan kepada Yanko sebagai sandaran agar
tetap berada di atas permukaan air. Namun di tengah perjalanan menuju Yanko, Wezi
kembali di serang oleh ikan raksasa. Tanpa mampu menghindar, serangan  sang ikan
raksasa tersebut tepat mengenai salah satu kakinya, tanpa ampun ikan raksasa itu
dengan sekejap mematahkan kakinya, dan wezi pun terpental cukup jauh.

Yanko yang melihat kejadian tersebut dengan sangat jelas, membuat tubuhnya gemetar
di penuhi rasa takut yang menggila. Matanya menjadi kosong. Dengan setengah sadar
Wezi mengisyaratkan pada Yanko untuk segera menuju tepi sungai.

“cepat pergi bodoh!!!” Dengan mengumpulkan tenaga yang tersisah, wezi meneriakan
kepada Yanko agar segera pergi.

Yanko yang tengah melamun karena rasa takutnya itu, tersadar mendengar suara Wezi..

“heeeeiiii, apa yuang kau lakukan!, pergi!!, cepat pergiiii!”  Kembali wezi meneriakan
kepada Yanko agar segera pergi.

Dengan berpegangan pada sepotong kayu Yanko berenang menuju  tepi sungai.
Meninggalkan Wezi sendiri.

Agar ikan tersebut tak mengincar Yanko, Wezi memanfaatkan darahnya yang begitu
banyak untuk memancing ikan raksasa itu agar kembali menyerangnya, dan
memberikan sedikit waktu kepada Yanko untuk menuju tepi sungai.

Sesampainya di tepi sungai Yanko segera meninggalkan tempat itu tanpa sekalipun
menoleh kembali kearah sungai tersebut. Deburan ombak masih terus terdengar di
telinga Yanko.

Tak seberapa jauh Yanko berjalan, suara sungai kembali tenang. Menyadari hal tersebut
Yanko terdiam sejenak menghentikan langkahnya. Tanpa tersadar air matanya menetes
begitu deras. Ia menyadari kembali tenangnya suara sungai, menandakan temannya
telah tiada, di telan ikan raksasa tersebut.

Yanko merubah arahnya untuk pulang, menuju tengah hutan, untuk melampiaskan
amarahnya atas ketakberdayaannya hingga membuat sahabat karibnya mati dengan
teragis, di depan matanya sendiri demi menyelamatka dirinya.

Bersambung......

Tuesday 8 January 2013

Leganda Yang Selalu Bersinar Meski Telah Tiada

Asep Muhlisin, adalah satu dari sekian ribu anggota NAFC (Nike Ardilla Fans club) yang kini tersebar tak hanya tanah asalnya, Ciamis, Jawa Barat, tetapi hingga ke Madagaskar, Afrika. Mereka menjadi fans, sejak Nike Ardilla masih berjaya di blantika musik pop Tanah Air. Hingga kini, tidak sedikit bermunculan fans baru, meski sang Bintang telah lama wafat.


”Begitulah. Kami keluarganya saja masih sering terheran-heran, dari tahun ke tahun anggota NAFC ini terus bertambah. Bahkan belum lama ini ada warga Singapura yang datang ke Museum, dan mengaku langsung jatuh cinta mendengar suara Nike Ardilla di Youtube. Ia khusus datang ke Bandung ingin borong kaset Nike,”ujar Yudi Alan, kakak lelaki mendiang Nike Ardilla.
Museum Nike Ardilla yang terletak di lantai atas kediaman Yudi Alan dan keluarganya di Komplek Perumahan Arya Graha, Jalan Soekarno Hatta, Bandung, menyimpan berbagai memorabilia almarhumah, seperti pakaian yang dikenakannya saat kejadian dan replika kamar Nike.
”Semasa hidup Nike tergolong tipe sosok yang dewasa. Padahal umurnya di bawah saya. Tapi sikapnya malah bisa dibilang lebih dewasa dari saya. Mungkin ini karena dia bergaul dengan banyak orang. Nike juga sering mengajarkan saya bersosialisasi. Baru setelah dia meninggal, saya menyadari ilmu yang diajarkan itu ternyata sangat berguna,”ujar Alan yang turut hadir dalam berbagai perlombaan mengenang Nike Ardilla di berbagai kota.
Alan bertutur, semasa hidup, Nike punya obsesi yang terpuji, memiliki Sekolah Luar Biasa untuk menampung anak anak cacat mental yang tak mampu.
”Ceritanya suatu hari Nike jalan jalan sama papi,terus melihat anak anak cacat mental yang hidup menggelandang.Secara spontan Nike bilang sama papi,bagaimana kalau kita mendirikan SLB,untuk menampung mereka yang hidupnya kurang beruntung itu. Kebetulan paman Nike ada yang bergerak dalam pendidikan Luar Biasa,jadi semuanya bisa lancar,” ungkap alan mengenang pembicaraan adiknya dengan Papi mereka.
” Si Neng itu murah hati. Kepada siapapun ia sering memberi. Apalagi pada orangtuanya,”timpal Ibunda Nike Ardilla, Mami Nining Ningsirat yang menetap di Ciamis, berdampingan dengan makam Nike Ardilla yang selalu dikunjungi penggemarnya, terutama pada tanggal kelahiran dan wafatnya.
”Kasihan si Neng kalau nggak ditemani,”lanjut Mami Nining.
Wanita yang telah ditinggal suaminya, 3 tahun setelah kepergian sang putri bungsu Nike Ardilla itu, mengucapkan terima kasih untuk perhatian penggemar Nike Ardilla yang tak pernah berhenti.
”Saya diberitahu, penggemar si Neng itu ada yang tinggal di New York, Eropa sampai Madagaskar. Sampaikan terima kasih pada mereka ya,”ucap Mami Nining tulus.

NOVEL EFY The Legendari Kingdom (Yanko dan 5 Bintang Selatan)

1 KOTA YANG INDAH  Di balik kemegahan kerajaan Eric’ yang begitu luar biasa. Terdapat sebuah desa yang sangant kecil den...